Seperti yang kita ketahui masa nifas
adalah suatu rentang waktu yang amat penting bagi kesehatan ibu dan
anak,setelah melewati masa hamil dan melahirkan. Pada masa ini terjadi banyak
sekali perubahan-perubahan penting yang berpengaruh sekali pada Ibu. Perubahan
peran ibu memerlukan adaptasi yg hrs dijalani. Tanggung-jawab bertambah dg
hadirnya bayi yg baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya
merupakan dukungan positif untuk ibu. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan.
Tugas bidan sebagai tenaga kesehatan
adalah memberikan asuhan yang tepat pada Ibu agar mampu merawat bayinya maupun
dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain lagi. Juga untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan Ibu pada masa itu.
Adapun peran dan tanggung jawab
bidan dalam asuhan masa nifas antara lain :
- Mengidentifikasi dan merespon terhadap kebutuhan dan
komplikasi yang terjadi pada saat-saat penting yaitu 6 jam, 6 hari, 2
minggu dan 6 minggu.
- Mengadakan kolaborasi antara orangtua dan keluarga.
- Membuat kebijakan, perencanaan kesehatan dan
administrator.
- B. TUJUAN
- Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun
psikologis
- Melaksanakan skrinning secara komperehensif, deteksi
dini, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
- Memberikan pendidikan kesehatan pada ibu berkaitan
denagn gizi, menyusui, pemberian imunisasi pada bayinya, perawatan bayi
sehat dan KB.
- Memberikan pelayanan KB.
BAB
II
PEMBAHASAN
- A. PENGERTIAN
Masa nifas disebut juga masa post
partum atau puerperium adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan
plasenta keluar lepas dari rahim,sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan
pulihnya kembali organ – organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami
perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya brkaitan saat melahirkan.
Tahap Masa Nifas
Tahapan yang terjadi pada masa nifas
adalah sebagai berikut :
- Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir
sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah,
misalnya pendarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur
harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah,
dan suhu.
- Periode early postpartum (24 jam-1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan
involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau
busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat
menyusui dengan baik.
- Periode late postpartum (1 minggu- 5 minggu)
Pada periode ini bidan tetap
melakukan perawatan dan pemeriksaan seharihari serta konseling KB
- B. INVOLUSI DAN SUBINVOLUSI MASA NIFAS
- INVOLUSI
- Involusi uteri adalah pengecilan yang normal dari suatu
organ setelah organ tersebut memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan
uterus setelah melahirkan ( hincliff, 1999 )
- Involusi uteri adalah mengecilnya kembali rahim setelah
persalinan kembali kebentuk asal ( Ramali, 2003 )
- Proses Involusi Uterus
Ischemi pada miometrium disebut juga
lokal ischemia
- Yaitu kekurangan darah pada uterus. Kekurangan darah
ini bukan hanya karena kontraksi dan retraksi yang cukup lama seperti
tersebut diatas tetapi disebabkan oleh pengurangan aliran darah yang pergi
ke uterus di dalam masa hamil, karena uterus harus membesar menyesuaikan
diri dengan pertumbuhan janin.
- Untuk memenuhi kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke
uterus dapat mengadakan hipertropi dan hiperplasi setelah bayi dilahirkan
tidak diperlukan lagi, maka pengaliran darah berkurang, kembali seperti
biasa. Dan aliran darah dialirkan ke buah dada sehingga peredaran darah ke
buah dada menjadi lebih baik.
- Demikianlah dengan adanya hal-hal diatas, uterus akan
mengalami kekurangan darah sehingga jaringan otot-otot uterus mengalami
otropi kembali kepada ukuran semula.
Autolisis
- Adalah penghancuran jaringan otot-otot uterus yang
tumbuh karena adanya hyperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi
lebih panjang 10 kali dan menjadi 5 kali lebih tebal dari sewaktu masa
hamil, akan susut kembali mencapai keadaan semula.
- Faktor yang menyebabkan terjadinya autolisis apakah merupakan
hormon atau enzim sampai sekarang belum diketahui, tetapi telah diketahui
adanya penghancuran protoplasma dan jaringan yang diserap oleh darah
kemudian di keluarkan oleh ginjal. Inilah sebabnya beberapa hari setelah
melahirkan ibu mengalami beser air kemih atau sering buang air kemih.
Aktifitas otot-otot
- Adalah adanya retraksi dan kontrksi dari otot-otot
setelah anak lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembulu darah yang
pecah karena adanya kontraksi dan retraksi yang terus-menerus ini menyebabkan
terganggunya peredaran darah di dalam uterus yang mengakibatkan
jaringan-jaringan otot-otot tersebut menjadi lebih kecil.
- Mekanisme terjadinya kontraksi pada uterus adalah
melalui 2 cara yaitu :
- Kontraksi oleh ion kalsium
Sebagai pengganti troponin, sel-sel
otot polos mengandung sejumlah besar protein pengaturan yang lain yang disebut
kamodulin. Terjadinya kontraksi diawali dengan ion kalsium berkaitan dengan
kalmoduli. Kombinasi kalmodulin ion kalsium kemudian bergabung dengan sekaligus
mengaktifkan myosin kinase yaitu enzim yang melakukan fosforilase sebagai
respon terhadap myosin kinase. Bila rantai ini tidak mengalami
fosforilasi, siklus perlekatan-pelepasan kepala myosin dengan filament aktin
tidak akan terjadi. Tetapi bila rantai pengaturan mengalami fosforilasi, kepala
memiliki kemampuan untuk berikatan secara berulang dengan filament aktin dan
bekerja melalui seluruh proses siklus tarikan berkala sehingga mengghasilkan
kontraksi otot uterus
- Kontraksi yang disebabkan oleh hormon
Ada beberapa hormon yang
mempengaruhi adalah epinefrin, norepinefrin, angiotensin, endhothelin,
vasoperin, oksitonin serotinin, dan histamine. Beberapa reseptor hormon pada
membran otot polos akan membuka kanal ion kalsium dan natrium serta menimbulkan
depolarisasi membran. Kadang timbul potensial aksi yang telah terjadi. Pada
keadaan lain, terjadi depolarisasi tanpa disertai dengan potensial aksi dan
depolarisasi ini membuat ion kalsium masuk kedalam sel sehingga terjadi
kontraksi pada otot uterus. (Guyton, 2007)
Dengan faktor-faktor diatas dimana
antara 3 faktor itu saling mempengaruhi satu dengan yang lain, sehingga
memberikan akibat besar terhadap jaringan otot-otot uterus, yaitu hancurnya
jaringan otot yang baru, dan mengecilnya jaringan otot yang membesar. Dengan demikian
proses involusi terjadi sehingga uterus kembali pada ukuran dan tempat semula.
Adapun kembalinya keadaan uterus
tersebut secara gradual artinya, tidak sekaligus tetapi setingkat. Sehari atau
24 jam setelah persalinan, fundus uteri agak tinggi sedikit disebabkan oleh
adanya pelemasan uterus segmen atas dan uterus bagian bawah terlalu lemah dalam
meningkatkan tonusnya kembali. Tetapi setelah tonus otot-otot kembali fundus
uterus akan turun sedikit demi sedikit. (Christian, 1996)
Williams menjelaskan involusi
sebagai berikut :
- Involusi tidak dipengaruhi oleh absorbsi insitu, namun
oleh suatu proses eksfoliasi yang sebagian besar ditimbulkan oleh
berkurangnya tempat implantasi plasenta karena pertumbuhan jaringan
endometrium. Hal ini sebagian dipengaruhi oleh perluasan dan pertumbuhan
kebawah endometrium dari tepi-tepi tempat plasenta dan sebagian oleh
perkembangan jaringan endometrium dari kelenjar dan stoma yang tersisa di
bagian dalam desidua basalis setelah pelepasan plasenta.
- Proses semacam itu akan dianggap sebagai konservatif,
dan sebagai suatu ketetapan yang bijaksana sebagai bagian dari alam.
Sebaiknya kesulitan besar akan dialami dalam pembuangan arteri yang
mengalami obliterasi dan trombin yang mengalami organisasi, kalau mereka
tetap insitu, akan segera mengubah banyak bagian dari mukosa uterus dan
endometrium dibawah menjadi suatu masa jaringan parut dengan akibat bahwa
setelah beberapa kehamilan tidak akan mungkin lagi untuk melaksanakan
siklus perubahan yang biasa, dan karier reproduksi berakhir.
Involusi alat-alat kandungan :
- 1. Uterus
Setelah bayi dilahirkan, uterus yang
selama persalinan mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi keras sehingga
dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi
plasenta. (Sarwono, 2002). Pada hari pertama ibu post partum tinggi fundus
uteri kira-kira satu jari bawah pusat (1 cm). Pada hari kelima post partum
uterus menjadi 1/3 jarak antara symphisis ke pusat. Dan hari ke 10 fundus sukar
diraba di atas symphisis. (Prawirohardjo, 2002). tinggi fundus uteri menurun 1
cm tiap hari. (Reader, 1997). Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi)
hingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
- 2. Bekas implantasi
uteri
Plasenta mengecil karena kontraksi
dan menonjol ke ovum uteri dengan diameter 7,5 cm. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5
cm. Pada minggu ke 6 2,4 cm dan akhirnya pulih. (Mochtar, 1998)
Otot-otot uterus berkontraksi segera
post partum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara anyaman-anyaman otot
uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta
lahir. Bagian bekas plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol ke
dalam kavum uteri segera setelah persalinan. Penonjolan tersebut dengan
diameter 7,5 sering disangka sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal,
setelah 2 minggu diameternya menjadi 3,5 cm dan pada 6 minggu 2,4 cm dan
akhirnya pulih. (Sarwono, 2002)
- 3. Servik
Setelah persalinan, bentuk servik
agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat
mengandakan kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi, sehingga
seolah-olah pada berbatasan antara korpus dan servik uteri berbentuk, semacam
cincin. Warna servik sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah,
konsistensinya lunak, segera setelah janin dilahirkan. Tangan pemeriksa masih
dapat dimasukkan 2-3 jari dan setelah 1 minggu hanya dapat dimasukkan 1 jari ke
dalam kavum uteri. (Sarwono, 2002)
- 4. Ligamen-ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis
serta fasia yang mereggang sewaktu kehamilan dan persalinan setelah jalan lahir
berangsur-angsur mengecil kembali seperti sedia kala tidak jarang ligamentum
rotundum menjadi kendor mengakibatkan uterus jatuh kebelakang, untuk memulihkan
kembali jaringan-jaringan penunjang alat genetalia tersebut juga otot-otot
dinding perut dan dasar panggul dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan
tertentu. Pada hari ke 2 post partum sudah dapat diberikan fisioterapi.
(Sarwono, 2002)
- Faktor-faktor yang mempengaruhi Involusi
Proses involusi dapat terjadi secara
cepat atau lambat, faktor yang mempengaruhi involusi uterus antara lain :
1. Mobilisasi dini
- Aktivitas otot-otot ialah kontraksi dan retraksi dari
otot-otot setelah anak lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembuluh
darah yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk
mengeluarkan isi uterus yang tidak diperlukan, dengan adanya kontraksi dan
retraksi yang terus menerus ini menyebabkan terganggunya peredaran darah
dalam uterus yang mengakibatkan jaringan otot kekurangan zat-zat yang
diperlukan, sehingga ukuran jaringan otot-otot tersebut menjadi kecil.
2. Status gizi
- Status gizi adalah tingkat kecukupan gizi seseorang
yang sesuai dengan jenis kelamin dan usia. Status gizi yang kurang pada
ibu post partum maka pertahanan pada dasar ligamentum latum yang terdiri
dari kelompok infiltrasi sel-sel bulat yang disamping mengadakan
pertahanan terhadap penyembuhan kuman bermanfaat pula untuk menghilangkan
jaringan nefrotik, pada ibu post partum dengan status gizi yang baik akan
mampu menghindari serangan kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam masa
nifas dan mempercepat proses involusi uterus.
3. Menyusui
- Pada proses menyusui ada reflek let down dari isapan
bayi merangsang hipofise posterior mengeluarkan hormon oxytosin yang oleh
darah hormon ini diangkat menuju uterus dan membantu uterus berkontraksi
sehingga proses involusi uterus terjadi.
4. Usia
- Pada ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi oleh
proses penuaan, dimana proses penuaan terjadi peningkatan jumlah lemak. Penurunan
elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, serta
karbohidrat. Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan protein pada
proses penuaan, maka hal ini akan menghambat involusi uterus.
5. Parietas
- Parietas mempengaruhi involusi uterus, otot-otot yang
terlalu sering tereggang memerlukan waktu yang lama. (Sarwono, 2002)
- Pengukuran involusi uterus
- Pengukuran involusi dapat dilakukan dengan mengukur
tinggi fundus uteri, kontraksi uterus dan juga dengan pengeluaran lokia.
(Manuaba, 1998)
- Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan
desidua dan pengelupasan kulit pada situs plasenta sebagai tanda penurunan
ukuran dan berat, perubahan lokasi uterus, warna dan jumlah lochea.
(Varney, 2004: 594)
2 SUBINVOLUSI
Subinvolusi adalah kegagalan
perubahan fisiologis pada sistem reproduksi pada masa nifas yang terjadi pada
setiap organ dan saluran yang reproduktif.
v Subinvolusi dapat terjadi
pada:
- 1. Subinvolusi
uterus
Subinvolusi uterus adalah
kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi/ proses involusi rahim
tidak berjalan sebagai semestinya sehingga proses pengecilan uterus terhambat.
Subinvolusi merupakan istilah yang
dipergunakan untuk menunjukan kemunduran yang terjadi pada setiap organ dan
saluran reproduktif kadang lebih banyak mengarah secara spesifik pada
kemunduran uterus yang mengarah keukurannya.
- Tanda dan gejala
Fundus uteri letaknya tetap tinggi
di dalam abdomen/pelvis dari yang seharusnya atau penurunan fundus uteri
lambat.
- Konsistensi uterus lembek
- Pengeluaran lochea seringkali gagal berubah
- Terdapat bekuan darah
- Lochea berbau menyengat
- Uterus tidak berkontraksi
- Pucat, pusing dan tekanan darah rendah serta suhu
tubuh tinggi
- Ø Penyebab
- Terjadi infeksipada miometrium
- Terdapat sisa plasenta dan selaput plasenta di dalam
uterus
- Lochea rubra lebih dari 2 minggu post partum dan
pengeluarannya lebih banyak dari yang diperkirakan
- Ø Terapi
- Pemberian antibiotika
- Pemberian uterotonika
- Pemberian tablet Fe
- 2. Subinvolusi
tempat plasenta
Yaitu kegagalan bekas tempat
implantasi untuk berubah.
- Tanda dan gejala
- Tempat implantasi masih meninggalkan parut dan menonjol
- Perdarahan
- Penyebab
- Tali pusat putus akibat dari traksi yang berlebihan
- Inversio uteri sebagai akibat tarikan
- Tidak adanya regenerasi endometrium di tempat
implantasi plasenta
- Tidak ada pertumbuhan kelenjar endometrium
- 3. Subinvolusi ligamen
Yaitu kegagalan ligamen dan
diafragma pelvis vasia kembali seperti sedia kala.
- Tanda dan gejala
- Ligamentum rotundum masih kendor
- Ligamen, fasia dan jaringan lat penunjang serta alat
genitalia masih kendor
- Penyebab
- Terlalu sering melahirkan
- Faktor umur
- ligamen , fasia dan jaringan penunjang serta alat
genitalia sudah berkurang elastisitasnya.
- 4. Subinvolusi serviks
Yaitu kegagalan serviks berubah
kebentuk semula seperti sebelum hamil.
- Tanda dan gejala
1. Konsistensi serviks lembek
2. Perdarahan
- Penyebab
- Multiparitas
- Terjadi ruptur saat persalinan
- Lemahnya elastisitas serviks
- 5. Subinvolusi lochea
Yaitu tidak ada perubahan pada
konsistensi lochea. Seharusnya lochea berubah secara normal sesuai dengan fase
dan lamanya postpartum.
- Ø Tanda dan gejala
- Perdarahan tidak sesuai dengan fase
- darah berbau menyengat
- perdarahan
- demam,menggigil
- Penyebab
- bekuan darah padaserviks
- uterus tidak berkontraksi
- posisi ibu telentang sehingga menghambat darah nifas
untuk keluar
- tidakmobilisasi
- robekan jalan lahir
- infeksi
- 6. Subinvolusi Vukva dan Vagina
Yaitu tidak kembalinya bentuk dan
konsistensi vulva dan vagina seperti semula setelah beberapa hari postpartum.
- Ø Tandadan gejala
- Vulvadan vagina kemerahan
- Terlihat oedem
- Konsistensilembek
- Ø Penyebab
- Elastisitas vulva dan vagina lemah
- Infeksi
- Terjadi robekan vulvadan vagina saat partus
- Ekstrasi cunam
- 7. Subinvolusi perineum
Yaitu tidakadaperubahan perineum
setelah beberapa hari persalinan
- Tanda dan gejala
- Perineumterlihat kemerahan
- Konsistensi lembek
- Oedeem
- Penyebab
- Tonus otot perineum sudah lemah
- Kurangnya elastisitas perineum
- Infeksi
- Pemotongan benang catgut terlalu pendeksat laserasi
sehingga jahitan perineum putus.
Faktor-faktor penyebab subinvolusi :
- Status gizi ibu nifas buruk
- Ibu tidakmenusui bayinya
- Kurang mobilisasi
- Faktor usia
- Parietas
- Terdapat bekuan darah yang tidak keluar
- Terdapat sisa plasenta dan selaput plasenta dalamuterus
- Tidak ada kontraksi
- infeksi
- C. TAHAPAN PERUBAHAN LOCHEA
Lochea merupakan ekskresi cairan
rahim selama masa nifas. Lochea berupa darah dimana di dalamnya mengandung
trombosit, sel-sel tua, sisa jaringan desidua yang nekrotik (sel-sel mati) dari
uterus.
Proses keluarnya lochea terdiri atas
4 tahapan :
- Lochia lubra ( cruenta ) : berisi darah segar dan sisa
– sisa selaput ketuban, sel –sel desidua ( decidua, yaitu selaput lendir
rahim dalam keadaan hamil ), vernix caseosa ( yaitu palit bayi, zat
seperti salep terdiri atas palit atau semacam noda dan sel – sel epitel,
yang menyelimuti kulit janin ), lanugo ( yaitu bulu halus pada anak yang
baru lahir ), dan meconium ( yaitu isi usus janin cukup bulan yang terdiri
atas getah kelenjar usus dan air ketuban, berwarna hijau kehitaman ),
selama 2 hari pasca persalinan.
- Lochia sanguinolenta : warnanya merah kuning berisi
darah dan lendir. Ini terjadi pada hari ke 3 -7 pasca persalinan.
- Lochia serosa : berwarna kuning dan cairan ini tidak
berdarah lagi pada harimke 7 – 14 pasca persalinan.
- Lochia alba: cairan putih yang terjadi pada hari
setelah 2 minggu.
Lokia mempunyai bau yang khas, tidak
seperti bau menstruasi. Bau ini lebih
terasa tercium pada lokia serosa,
bau ini juga akan semakin lebih keras jika
bercampur dengan keringat dan harus
cermat membedakannya dengan bau
busuk yang menandakan adanya
infeksi.
Selain itu, kita juga harus bisa
mengenali jika terjadi tanda ketidaknormalan pada Lochia yaitu berupa keluarnya
cairan seperti nanah dan berbau busuk, Lochia yang seperti ini disebut Lochea
Purulenta. Loche Purulenta ini muncul jika terjadi infeksi. Di samping Lochea
Purulenta dapat juga terjadi suatu keadaan dimana pengeluaran Lochea tidak
lancar. Lochea ini disebut Lochea statis.
Klasifikasi Lochea :
Lokia
|
Waktu
|
Warna
|
Ciri-ciri
|
Rubra
|
1-4 hari
|
Merah kehitaman
|
Terdiri dari sel desidua, verniks
caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa darah
|
Sanguilenta
|
4-7 hari
|
Putih bercampur merah
|
Sisa darah bercampur lendir
|
Serosa
|
7-14 hari
|
Kekuningan/ kecoklatan
|
Lebih sedikit darah dan lebih
banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta
|
Alba
|
>14 hari
|
Putih
|
Mengandung leukosit, selaput
lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.
|
- D. PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA
MASA NIFAS
- Perubahan sistem kardiovaskuler dan hematologis
Pada minggu ke 10-20 volume jantung
mengalami peningkatan. Volume Plasma juga mengalami peningkatan sejak usia
kehamilan 6-8 minggu sampai dengan usia 32 minggu maximal 4700-5200 ml (sekitar
45 %). Peningkatan produksi sel darah merah (Red Blood Cell) sekitar 20-30 %.
Peningkatan volume sirkulasi sekitar 45 %
Peningkatan volume darah pada akhir
tekanan diastolik (Trimester II, awal Trimester III)
Selama kehamilan, jumlah darah yang
dipompa oleh jantung setiap menitnya atau biasa disebut sebagai curah jantung
(cardiac output)meningkat sampai 30-50%.
Peningkatan ini mulai terjadi pada
usia kehamilan 6 minggu dan mencapai puncak pada usia kehamilan 16-28 minggu
Oleh karena curah jantung meningkat,
maka denyut jantung pada saat istirahat juga meningkat (dalam keadaan normal
70x/menit menjadi 80-90x/menit).
Setelah mencapai kehamilan 30
minggu, curah jantung akan menurun karena pembesaran rahim menekan vena yang
membawa darah dari tungkai ke jantung.
Selama persalinan, curah jantung
meningkat sebesar 30%. Setelah persalinan menurun sampai 15-25% di atas batas
kehamilan.lalu secara perlahan kembali ke batas kehamilan.
Pada Ibu dengan penyakit jantung
dapat jatuh dalam keadaan decompensate cordis. Yaitu suatu keadaan
patofisiologi dimana sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah
untuk metabolisme jaringan.
Peningkatan curah jantung selama
kehamilan kemungkinan terjadi karena adanya perubahan dalam aliran darah ke
rahim. Janin yang terus tumbuh menyebabkan darah lebih banyak dikirim ke rahim
ibu. Pada akhir usia kehamilan, rahim menerima seperlima dari seluruh darah Ibu
Saat ibu melakukan
aktivitas/olahraga, curah jantung, denyut jantung, dan laju pernapasan menjadi
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang sedang tidak hamil.
Pada Ibu Hamil, nadi dan tekanan
darah arteri cenderung menurun terutama selama trimester 2, kemudian akan naik
lagi seperti masa pra-kehamilan. Tekanan vena pada ekstremitas atas dan bawah
dalam batas-batas normal, namun cenderung naik setelah trimester pertama. Nadi
biasanya naik menjadi 84x/menit.
Selama trimester kedua biasanya
tekanan darah menurun, tetapi akan kembali normal pada trimester ketiga. Selama
kehamilan volume darah pada peredaran meningkat sampai 50%, tapi jumlah sel
darah merah yang mengangkut oksigen hanya meningkat 25-30%.
- Sel darah merah
Jumlah eritrosit cenderung meningkat
untuk memenuhi kebutuhan transport oksigen yang sangat diperlukan selama
kehamilan.
- Sel darah Putih
Untuk alasan yang belum jelas,
jumlah sel darah putih (yang berfungsi melindungi tubuh terhadap infeksi) agak
meningkat selama kehamilan, saat persalinan, dan beberapa hari setelah
persalinan.
- Protein Darah
Protein darah (gambaran protein
dalam serum) berubah. Jumlah protein, albumin, dan gammaglobulin menurun pada
trimester 1 dan meningkat bertahap sampai akhir kehamilan. Betaglobulin dan
fibrinogen terus meningkat.
- Plasma Darah
Pada hitung jenis dan Hb ditemukan
adanya hematokrit yang cenderung menurun karena kenaikan relatif volume plasma
darah.
- Hb
Konsentrasi Hb terlihat menurun,
walaupun sebenarnya lebih besar dibandingkan dengan Hb pada orang yang tidak
hamil, kondisi ini disebutanemia fisiologis. Anemia fisiologis ini
disebabkan oleh meningkatnya volume plasma darah.
Akibat dari perubahan-perubahan di
atas adalah :
- Kebutuhan suplai Fe kepada ibu hamil meningkat sekitar
500 mg/ hari
- Ibu hamil sering lebih cepat mengalami kelelahan dalam
beraktifitas
- Bengkak pada tungkai bawah, namun hati-hati bila
pembengkakan berlebihan dan terjadi di tangan atau muka karena bisa
merupakan gejala pre eklampsi.
- Terjadinya anemia fisiologis ( keadaan normal Hb 12 gr%
dan hematokrit 35 %)
10% wanita hamil mengalami hipotensi
dan diaphoretic bila berada dalam posisi terlentang
- Perubahan sistem pencernaan
Sering terjadi konstipasi pada ibu
setelah melahirkan. Hal ini umumnya disebabkan karena makanan padat dan
kurangnya berserat selama persalinan. Di samping itu rasa takut untuk buang air
besar, sehubungan dengan jahitan pada perineum, janagn sampai lepas dan juga
takut akan rasa nyeri. Buang air besar harus dilakukan 3 – 4 hari setelah
persalinan. Apabila masih juga terjadi konstipasi dan buang air besarnya
mungkin keras dapat diberikan obat laksan per oral atau per rektal. Dan jika
masih juga belum berhasil, dilakukan klysma ( klisma ), enema ( ing ) artinya
suntikan urus – urus.
- Perubahan sistem ekskresi
Pasca persalianan ada suatu
peningkatan kapasitas kandung kemih, pembengkakan dan trauma jaringan
sekitar uretra yang terjadi selama proses melahirkan. Ini terjadi akibat
kelahiran dan efek konduksi anestesi yang menghambat fungsi neural pada kandung
kemih.Distensi yang berlebihan pada kandung kemih dapat
mengakibatkan perdarahan dan kerusakan lebih lanjut. Pengosongan kandung
kemih harus diperhatikan. Kandung kemih biasanya akan pulih dalam waktu 5-7
hari pascamelahirkan sedangkan saluran kemih normal dalam waktu 2-8 minggu
tergantung pada keadaan/ status sebelum persalinan, lamanya kala II yang
dilalui, besarnyatekanan kepala janin saat la
Dinding kandung kencing
memperlihatkan oedem dan hyperemia. Kadang-kadang oedema trigonum, menimbulkan
abstraksi dari uretra sehingga terjadi retensio urine. Kandung kencing dalam
puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing
penuh atau sesudah kencing masih tertinggal urine residual
(normal + 15 cc). Sisa urine dan trauma pada kandung kencing waktu
persalinan memudahkan terjadinya infeksi.
Dilatasi ureter dan pyolum normal
dalam waktu 2 minggu. Urine biasanya berlebihan (poliurie) antara hari kedua
dan kelima, hal ini disebabkan karena kelebihan cairan sebagai akibat retensi
air dalam kehamilan dan sekarang dikeluarkan. Kadang-kadang hematuri akibat
proses katalitik involusi. Acetonurie terutama setelah partus yang sulit dan
lama yang disebabkan pemecahan karbohidrat yang banyak, karena kegiatan
otot-otot rahim dan karena kelaparan. Proteinurine akibat dari autolisis
sel-sel otot.
Pada masa hamil, perubahan hormonal
yaitu kadar steroid tinggi yang berperan meningkatkan fungsi ginjal. Begitu
sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid menurun sehingga menyebabkan
penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan
setelah wanita melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam
waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan.
- Buang air kecil sering sulit selama 24 jam
pertama.kemungkinan terdapat spasine sfingter dan edema leher buli-buli
sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis
selama persalinan.
- · Urin
dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesidah
melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen yang
bersifat menahan air akan memgalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini
menyebabkan diuresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam
tempo 6 minggu.
- Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan,
antara lain:
- Hemostatis internal
Tubuh, terdiri dari air dan
unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan 70% dari cairan tubuh terletak di dalam
sel-sel, yang disebut dengan cairan intraselular. Cairan ekstraselular terbagi
dalam plasma darah, dan langsung diberikan untuk sel-sel yang disebut cairan
interstisial. Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara lain edema
dan dehidrasi. Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan
keseimbangan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume
air yang terjadi pada tubuh karena pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.
- Keseimbangan asam basa tubuh
Keasaman dalam tubuh disebut PH.
Batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Bila PH >7,4 disebut
alkalosis dan jika PH < 7,35 disebut asidosis.
- Pengeluaran sisa metabolisma
Zat toksin ginjal mengekskresi hasil
akhir dari metabolisme protein yang mengandung nitrogen terutama urea, asam
urat dan kreatinin.
Ibu post partum dianjurkan segera
buang air kecil, agar tidak mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa
nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil.
Hal yang menyebabkan kesulitan buang
air kecil pada ibu post partum, antara lain:
- Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi
sehingga terjadi retensi urin.
- Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi
cairan yang teretansi dalam tubuh, terjadi selama 2 hari setelah
melahirkan.
- Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan
kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus sfingter ani selama
persalinan, sehingga menyebabkan miksi.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar
hormon estrogen akan menurun, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat
bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini
merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini disebut
dengan diuresis pasca partum. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam
tempo 6 minggu.
Kehilangan cairan melalui keringat
dan peningkatan jumlah urin menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg
selama masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama
hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil (reversal
of the water metabolisme of pregnancy).
Bila wanita pasca persalinan tidak
dapat berkemih dalam waktu 4 jam pasca persalinan mungkin ada masalah dan
sebaiknya segera dipasang dower kateter selama 24 jam. Bila kemudian keluhan
tak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila jumlah residu
> 200 ml maka kemungkinan ada gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap
terpasang dan dibuka 4 jam kemudian , bila volume urine < 200 ml, kateter
dibuka dan pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa.
- E. PERUBAHAN
PSIKOLOGIS PADA MASA NIFAS
Wanita hamil akan mengalami
perubahan psikologis yang nyata sehingga memerlukan adaptasi. Perubahan mood
seperti sering menangis, lekas marah, dan sering sedih atau cepat berubah
menjadi senang merupakan manisfestasi dari emosi yang labil. Proses adaptasi
berbeda beda antara satu ibu dengan yang lain. Pada awal kehamilan ibu
beradaptasi menerima bayi yang dikandungnya sebagai bagian dari dirinya.
Perasaan gembira bercampur dengan kekhawatiran dan kecemasan menghadapi
perubahan peran yang sebentar lagi akan dijalani. Seorang wanita setelah
sebelumnya menjalani fase sebagai anak kemudian berubah menjadi istri dan harus
bersiap menjadi ibu. Proses ini memerlukan waktu untuk bisa menguasai perasaan
dan pikirannya. Semakin lama akan timbul rasa memiliki pada janinnya sehingga
ada rasa ketakutan akan kehilangan bayinya atau perasaan cemas mengenai
kesehatan bayinya. Ibu akan mulai berpikir bagaimana bentuk fisik bayinya
sehingga muncul “ mental image “ tentang gambaran bayi yang sempurna dalam
pikiran ibu seperti berkulit putih, gemuk, montok dan lain sebagainya. Tanggung
jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan dan perhatian
dari keluarga lainnya merupakan dukungan positif untuk ibu.
Beberapa factor yang berperan dalam
penyesuaian ibu antara lain :
- Dukungan keluarga dan teman
- Pengalaman waktu melhirkan, harapan dan aspirasi
- Pengalaman merawat dan membesarkan anak sebelumnya
Proses adaptasi psikologi
sudah terjadi selama kehamilan, menjelang proseskelahiran maupun
setelah persalinan. Pada periode tersebut, kecemasan
seorangwanita dapat
bertambah. Pengalaman yang unik dialami oleh ibu setelahpersalinan. Masa nifas merupakan masa yang rentan dan terbuka untuk
bimbingan dan pembelajaran. Perubahan peran seorang ibu memerlukanadaptasi.
Tanggung jawab ibu mulai bertambah.
Hal-hal yang dapat membantu ibu
dalam beradaptasi pada masa nifas adalah sebagai berikut:
- Fungsi menjadi orang
tua
- Respon dan dukungan dari keluarga
- Riwayat dan pengalaman kehamilan serta persalinan
- Harapan, keinginan dan aspirasi saat hamil dan melahirkan
Fase-fase yang akan dialami oleh ibu
pada masa nifas antara lain:
- Fase taking in
Fase taking in yaitu periode
ketergantungan, berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua melahirkan.
Pada fase ini ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan
berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai
akhir. Ibu perlu bicara tentang dirinya sendiri. Ketidaknyaman fisik yang
dialami ibu pada fase ini seperti mules, nyeri pada jahitan, kurang tidur dan
kelelahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Hal tersebut membuat
ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gangguan psikologis yang mungkin
dialami, seperti menangis, dan mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung
lebih pasif terhadap lingkungannya. Pada fase ini petugas kesehatan harus menggunakan
pendekatan yang empatik agar ibu dapat melewati fase ini dengan baik. Ibu hana
ingin didengarkan dan diperhatikan. Kemampuan mendengarkan ( listening skills )
dan menyediakan waktu yang cukup merupakan dukungan yang tidak ternilai bagi
ibu. Kehadiran suami atau keluarga sangat diperlukan pad fase ini.
Gangguan fisiologis yang mungkin
dirasakan ibu adalah :
- Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan
tentang bayinya misal jenis kelamin tertentu, warna kulit, jenis rambut
dan lainnya.
- Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisik
yang dialami ibu misal rasa mules karena rahim berkontraksi untuk kembali
pada keadaan semula, payudara bengkak, nyeri luka jahitan.
- Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.
- Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara
merawat bayi dan cenderung melihat saja tanpa membantu. Ibu akan merasakan
tidak nyaman karena sebenarnya hal tersebut bukan hanya tanggung jawab ibu
semata.
- Fase taking hold
Fase taking hold adalah periode yang
berlangsung antara 3 – 10 hari setelah melahirkan. Pada fase ibu timbul rasa
khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu
mempunyai perasaan sangat sensitif, sehingga mudah tersinggung dan marah.
Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri ibu. Bagi
petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan
berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu nifas. Tugas
kita adalah mengajarkan cara merawat bayi, cara menyusui yang benar, cara
merawt luka jahitan, senam nifas, memberikan pendidikan kesehatan yang
diperlukan ibu seperti gizi,istirahat, kebersihan diri dan lainnya.
- Fase letting go
Fase letting go adalah periode
menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase ini berlangsung 10 hari
setelah melahirkan. Terjadi peningkatan akan perawatan diri dan bayinya. Ibu
sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa
bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya. Keinginan
untuk merawat diri dan bayinya sudah meningkat pada fase ini. Ibu akan lebih
percaya diri dalam mnjalani peran barunya. Pendidikan kesehatan yang diberikan
pada fase sebelumnya akan sangat berguna bagi ibu. Ibu lebih mandiri dalam
memenuhi kebutuhan diri dan bayinya. Dukungan suami dan keluarga masih
terus diperlukan ibu. Suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi,
mengerjakan urusan rumah tangga sehingga ibu tidak terlalu terbebani. Ibu
memerlukan istirahat yang cukup sehingga mendapatkan kondisi fisik yang bagus
untuk dapat merawat bayinya.
Hal-hal yang harus dipenuhi selama
nifas adalah sebagai berikut:
- Fisik. Meliputi : Istirahat,
asupan gizi, lingkungan bersih
- Psikologi. Dukungan dari keluarga sangat
diperlukan dalam hal ini
- Sosial. Perhatian, rasa kasih
sayang, menghibur ibu saat sedih dan
menemani saat ibu merasa kesepian
- Psikososial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar